Materi 13
Perdagangan
Luar Negeri
13.2 Perkembangan Ekspor Indonesia
Pada mulanya hubungan
perdagangan hanya terbatas pada satu wilayah Negara tertentu, tetapi dengan
semakin berkembangnya arus perdagangan maka
hubungandagang tersebut tidak hanya dilakukan antara para pengusaha
dalam satu wilayah Negara saja, tetapi juga dengan para pedagang dari negara
lain, tidak terkecuali Indonesia. Bahkan hubungan-hubungan dagang tersebut
semakin beraneka ragam, termasuk cara pembayarannya. Kegiatan ekspor impor
didasari oleh kondisi bahwa tidak ada suatu Negara yang benar-benar mandiri
karena satu sama lain saling membutuhkan dan saling mengisi. Setiap Negara
memiliki karakteristik yang berbeda, baik sumber daya alam, iklim, geografi, demografi,
struktur ekonomi dan struktur sosial. Perbedaan tersebut menyebabkan perbedaan
komoditas yang dihasilkan, komposisi biaya yang diperlukan, kualitas dan
kuantitas produk. secara langsung atau tidak langsung membutuhkan pelaksanaan
pertukaran barang dan atau jasa antara satu negara dengan negara lainnya. Maka
dari itu antara negara-negara yang terdapat didunia perlu terjalin suatu
hubungan perdagangan untuk memenuhi kebutuhan tiap-tiap negara tersebut.
Transakasi perdagangan internasional yang lebih dikenal dengan istilah ekspor
impor, pada hakikatnya adalah suatu transaksi sederhana yang tidak lebih dari
membeli dan menjual barang antara pengusaha-pengusaha yang bertempat tinggal
atau berdomisili dinegara-negara yang berbeda. Namun dalam pertukaran barang
dan jasa yang menyeberangi laut ataupun darat ini tidak jarang timbul berbagai
masalah yang kompleks antara para pengusaha yang mempunyai bahasa, kebudayaan,
adat istiadat, dan cara yang berbeda-beda.
Pengutamaan Ekspor bagi Indonesia
sudah digalakkan sejak tahun 1983. Sejak saat itu, ekspor menjadi perhatian
dalam memacu pertumbuhan ekonomi seiring dengan berubahnya strategi
industrialisasi dari penekanan pada industri substitusi impor ke industry
promosi ekspor. Konsumen dalam negeri membeli barang impor atau konsumen luar
negeri membeli barang domestik, menjadi sesuatu yang sangat lazim. Persaingan
sangat tajam antar berbagai produk. Selain harga, kualitas atau mutu barang
menjadi faktor penentu daya saing suatu produk.
Sejak
tahun 1987 ekspor Indonesia mulai didominasi oleh komoditi non migas dimana
pada tahun-tahun sebelumnya masih didominasi oleh ekspor migas. Pergeseran ini
terjadi setelah pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan dan deregulasi di
bidang ekspor, sehingga memungkinkan produsen untuk meningkatkan ekspot non
migas. Pada tahun 1998 nilai ekspor non migas telah mencapai 83,88% dari total
nilai ekspor Indonesia, sementara pada tahun 1999 peran nilai ekspor non migas
tersebut sedikit menurun, menjadi 79,88% atau nilainya 38.873,2 juta US$ (turun
5,13%). Hal ini berkaitan erat dengan krisis moneter yang melanda indonesia sejak
pertengahan tahun 1997.
Tahun
2000 terjadi peningkatan ekspor yang pesat, baik untuk total maupun tanpa
migas, yaitu menjadi 62.124,0 juta US$ (27,66) untuk total ekspor dan 47.757,4
juta US$ (22,85%) untuk non migas. Namun peningkatan tersebut tidak berlanjut
ditahun berikutnya. Pada tahun 2001 total ekspor hanya sebesar 56.320,9 juta
US$ (menurun 9,34%), demikian juga untuk eskpor non migas yang menurun 8,53%.
Di tahun 2003 ekspor mengalami peningkatan menjadi 61.058,2 juta US$ atau naik
6,82% banding eskpor tahun 2002 yang sebesar 57.158,8 juta US$. Hal yang sama
terjadi pada ekspor non migas yang naik 5,24% menjadi 47.406,8 juta US$. Tahun
2004 ekspor kembali mengalami peningkatan menjadi 71.584,6 juta US$ (naik
17,24%) demikian juga ekspor non migas naik 18,0% menjadi 55.939,3 juta US$.
Pada tahun 2006 nilai ekspor menembus angka 100 juta US$ menjadi 100.798,6 juta
US$ atau naik 17,67%, begitu juga dengan ekspor non migas yang naik 19,81%
dibandingkan tahun 2005 menjadi 79.589,1 juta US$.
Selama lima tahun terakhir, nilai
impor Indonesia menunjukkan trend meningkat rata-rata sebesar 45.826,1 juta US$
per tahun. Pada tahun 2006, total impor tercatat sebesar 61.065,5 juta US$ atau
meningkat sebesar 3.364,6 juta US$ (5,83%) dibandingkan tahun 2005. Peningkatan
ini disebabkan oleh meningkatnya impor migas sebesar 1.505,2 juta US$ (8,62%)
menjadi 18.962,9 juta US$ dan non migas sebesar 1.859,4 juta US$ (4,62%)
menjadi 42.102,6 juta US$. Pada periode yang sama, peningkatan impor terbesar
54,15%
dan
non migas sebesar 39,51%.
Dilihat dari kontribusinya,
rata-rata peranan impor migas terhadap total impor selama lima tahun terakhir
mencapai 26,15% dan non migas sebesar 73.85% per tahun. Dibandingkan tahun
sebelumnya, peranan impor migas meningkat dari 30,26% menjadi 31,05% di tahun
2006. Sedangkan peranan impor non migas menurun dari 69,74% menjadi 68,95%.
Sumber:
-
Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2006. Prakarsa
Teknologi Untuk Mewujudkan Kemandirian Bangsa. Komisi Ilmu Rekayasa.
Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar