Materi 2/3
Sejarah Ekonomi
Indonesia
2/3.7 Ekonomi Indonesia Setiap Periode Pemerintahan,
Orde Lama, Orde Baru, Reformasi
1. PEMERINTAHAN ORDE LAMA
Sejak berdirinya negara Republik
Indonesia, sudah banyak tokok-tokoh negara yang saat itu telah merumuskan
bentuk perekonomian yang tepat bagi bangsa Indonesia, baik secara individu
maupun diskusi kelompok. Tetapi pada pemerintah orde lama masih belum mampu
memperbaiki keadaan ekonomi negara Republik Indonesia yang memburuk.
- Orde
lama (Demokrasi Terpimpin)
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal
kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan oleh :
a. Inflasi yang
sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara
tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI
menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De
Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan
Jepang.
b. Adanya
blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu
perdagangan luar negeri RI.
c. Kas negara
kosong.
d. Eksploitasi
besar-besaran di masa penjajahan.
Usaha-usaha
yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain:
a. Program
Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan
persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.
b. Upaya
menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan
perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan
tujuan ke Singapura dan Malaysia.
c. Konferensi Ekonomi Februari 1946
dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi
masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi
makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
d. Pembentukan Planning Board
(Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947
Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948
Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948
e. Kasimo Plan yang intinya
mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang
praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik
(mengikuti Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).
- Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
Masa ini
disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan
prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori
mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal pengusaha
pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi,
terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk kondisi
perekonomian Indonesia yang baru merdeka.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain
:
a) Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret
1950, untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
b) Program Benteng (Kabinet Natsir)
c) Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15
Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan
bank sirkulasi.
d) Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang
diprakarsai Mr Iskak Cokrohadisuryo
e) Pembatalan sepihak atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar
- Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Sebagai
akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem
demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem
etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan
akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan
ekonomi (mengikuti Mazhab Sosialisme). Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi
yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi
Indonesia.
2. PEMERINTAHAN ORDE BARU
Orde Baru adalah sebutan bagi masa
pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama
yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru berlangsung dari tahun
1968 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang
pesat meski hal ini dibarengi praktek korupsi yang merajalela di negara ini.
Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin
melebar.
Orde Baru, Pada 1968, MPR secara resmi melantik
Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik
kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan
[[1998].
· Politik
Presiden Soeharto memulai "Orde
Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan
luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa
jabatannya. Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan
utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur Administratif yang
didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. DPR
dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih
dari kalangan militer, khususnya mereka yang dekat dengan Cendana. Hal ini
mengakibatkan Aspirasi rakyat
sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang adil karena 70%
dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehingga
melebarkan jurang pembangunan antara pusat dan daerah.
· Eksploitasi
sumber daya
Selama masa pemerintahannya,
kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara
besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di
Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada
tahun 1970-an dan 1980-an.
· Warga
Tionghoa
Warga keturunan Tionghoa juga dilarang
berekspresi. Sejak tahun 1967, warga keturunan dianggap sebagai warga negara
asing di Indonesia dan kedudukannya berada di bawah warga pribumi, yang secara
tidak langsung juga menghapus hak-hak Asasi mereka.
Kesenian Barongsai secara
terbuka, perayaan hari raya Imlek, dan pemakaian Bahasa Mandarin dilarang,
meski kemudian hal ini diperjuangkan oleh komunitas china indonesia terutama
dari komunitas pengobatan china tradisional karena pelarangan sama sekali akan
berdampak pada resep obat yang mereka buat yang hanya bisa di tulis dengan
bahasa mandarin. Mereka pergi hingga ke Makhamah Agung dan akhirnya Jaksa Agung
indonesia waktu itu memberi izin dengan catatan bahwa china indonesia bejanji
tidak menghimpun kekuatan untuk memberontak dan menggulingkan pemerintahan
Indonesia. Untuk keberhasilan ini kita mesti memberi penghormatan bagi Ikatan
Naturopatis Indonesia ( I.N.I ) yang anggota dan pengurus nya pada waktu itu
memperjuangkan hal ini demi masyarakat china indonesia dan kesehatan rakyat
indonesia. Hingga china indonesia mempunyai sedikit kebebasan dalam menggunakan
bahasa Mandarin.
Satu-satunya surat kabar berbahasa
Mandarin yang diizinkan terbit adalah Harian Indonesia yang sebagian artikelnya
ditulis dalam bahasa Indonesia. Harian ini dikelola dan diawasi oleh militer
indonesia dalam hal ini adalah ABRI meski beberapa orang china indonesia
bekerja juga di sana. Agama tradisional Tionghoa dilarang. Akibatnya agama
Konghucu kehilangan pengakuan pemerintah. Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa
warga Tionghoa yang populasinya ketika itu mencapai kurang lebih 5 juta dari
keseluruhan rakyat Indonesia dikhawatirkan akan menyebarkan pengaruh komunisme
di Tanah Air. Padahal, kenyataan berkata bahwa kebanyakan dari mereka
berprofesi sebagai pedagang, yang tentu bertolak belakang dengan apa yang
diajarkan oleh komunisme, yang sangat mengharamkan perdagangan dilakukan. Orang
Tionghoa dijauhkan dari kehidupan politik praktis. Sebagian lagi memilih untuk
menghindari dunia politik karena khawatir akan keselamatan dirinya.
Kebijakan
Ekonomi pada Masa Orde Baru
Pada masa Orde Baru, Indonesia
melaksanakan pembangunan dalam berbagai aspek kehidupan. Tujuannya adalah
terciptanya masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spirituil
berdasarkan Pancasila. Pelaksanaan pembangunan bertumpu pada
TrilogiPembangunan, yang isinya meliputi hal-hal berikut.
1.
Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju terciptanya keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.
Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
3.
Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Pembangunan nasional pada hakikatnya
adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat
Indonesia seluruhnya. Berdasarkan Pola Dasar Pembangunan Nasional disusun Pola
Umum Pembangunan Jangka Panjang yang meliputi kurun waktu 25-30 tahun.
Pembangunan Jangka Panjang (PJP) 25 tahun pertama dimulai tahun 1969 – 1994.
Sasaran utama PJP I adalah terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat dan tercapainya
struktur ekonomi yang seimbang antara industri dan pertanian. Selain jangka
panjang juga berjangka pendek. Setiap tahap berjangka waktu lima tahun. Tujuan
pembangunan dalam setiap pelita adalah pertanian, yaitu meningkatnya
penghasilan produsen pertanian sehingga mereka akan terangsang untuk membeli
barang kebutuhan sehari-hari yang dihasilkan oleh sektor industri. Sampai tahun
1999, pelita di Indonesia sudah dilaksanakan sebanyak 6 kali.
Dalam membiayai pelaksanaan pembangunan,
tentu dibutuhkan dana yang besar. Di samping mengandalkan devisa dari ekspor
nonmigas, pemerintah juga mencari bantuan kredit luar negeri. Dalam hal ini,
badan keuangan internasional IMF berperan penting. Dengan adanya pembangunan
tersebut, perekonomian Indonesia mencapai kemajuan. Meskipun demikian, laju
pertumbuhan ekonomi yang cukup besar hanya dinikmati para pengusaha besar yang
dekat dengan penguasa. Pertumbuhan ekonomi tidak dibarengi dengan pemerataan
dan landasan ekonomi yang mantap sehingga ketika terjadi krisis ekonomi dunia
sekitar tahun 1997, Indonesia tidak mampu bertahan sebab ekonomi Indonesia
dibangun dalam fondasi yang rapuh. Bangsa Indonesia mengalami krisis ekonomi
dan krisis moneter yang cukup berat. Bantuan IMF ternyata tidak mampu
membangkitkan perekonomian nasional. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor
penyebab runtuhnya pemerintahan Orde Baru tahun 1998.
Runtuhnya
Orde Baru dan Lahirnya Reformasi
1.
Runtuhnya Orde Baru
Penyebab utama runtuhnya kekuasaan Orde
Baru adalah adanya krisis moneter tahun 1997. Sejak tahun 1997 kondisi ekonomi
Indonesia terus memburuk seiring dengan krisis keuangan yang melanda Asia.
Keadaan terus memburuk. KKN semakin merajalela, sementara kemiskinan rakyat
terus meningkat. Terjadinya ketimpangan sosial yang sangat mencolok menyebabkan
munculnya kerusuhan sosial. Muncul demonstrasi yang digerakkan oleh mahasiswa.
Tuntutan utama kaum demonstran adalah perbaikan ekonomi dan reformasi total.
Demonstrasi besar-besaran dilakukan di Jakarta pada tanggal 12 Mei 1998.
Pada saat itu terjadi peristiwa Trisakti,
yaitu me-ninggalnya empat mahasiswa Universitas Trisakti akibat bentrok dengan
aparat keamanan. Empat mahasiswa tersebut adalah Elang Mulya Lesmana, Hery
Hariyanto, Hendriawan, dan Hafidhin Royan. Keempat mahasiswa yang gugur
tersebut kemudian diberi gelar sebagai “Pahlawan Reformasi”. Menanggapi aksi
reformasi tersebut, Presiden Soeharto berjanji akan mereshuffle Kabinet
Pembangunan VII menjadi Kabinet Reformasi. Selain itu juga akan membentuk
Komite Reformasi yang bertugas menyelesaikan UU Pemilu, UU Kepartaian, UU
Susduk MPR, DPR, dan DPRD, UU Antimonopoli, dan UU Antikorupsi. Dalam
perkembangannya, Komite Reformasi belum bisa terbentuk karena 14 menteri
menolak untuk diikutsertakan dalam Kabinet Reformasi. Adanya penolakan tersebut
menyebabkan Presiden Soeharto mundur dari jabatannya.
Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden
Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden RI dan menyerahkan
jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini menandai
berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan dimulainya Orde Reformasi.
· Kelebihan dan Kekurangan sistem Pemerintahan Orde Baru
*
Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada
1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000
*
Sukses transmigrasi
*
Sukses KB
*
Sukses memerangi buta huruf Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru
*
Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme
*
Pembangunan Indonesia yang tidak merata
*
Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si
kaya dan si miskin)
*
Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
*
Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang
ditahan
3. PEMERINTAHAN
REFORMASI
Pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden
Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden RI dan menyerahkan
jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini menandai
berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan dimulainya Orde Reformasi.
Sidang
Istimewa MPR yang mengukuhkan Habibie sebagai Presiden, ditentang oleh
gelombang demonstrasi dari puluhan ribu mahasiswa dan rakyat di Jakarta dan di
kota-kota lain. Gelombang demonstrasi ini memuncak dalam peristiwa Tragedi
Semanggi, yang menewaskan 18 orang.
Masa pemerintahan Habibie ditandai
dengan dimulainya kerjasama dengan Dana Moneter Internasional untuk membantu
dalam proses pemulihan ekonomi. Selain itu, Habibie juga melonggarkan
pengawasan terhadap media massa dan kebebasan berekspresi. Presiden BJ Habibie
mengambil prakarsa untuk melakukan koreksi. Sejumlah tahanan politik
dilepaskan. Sri Bintang Pamungkas dan Muchtar Pakpahan dibebaskan, tiga hari
setelah Habibie menjabat. Tahanan politik dibebaskan secara bergelombang.
Tetapi, Budiman Sudjatmiko dan beberapa petinggi Partai Rakyat Demokratik baru
dibebaskan pada era Presiden Abdurrahman Wahid. Setelah Habibie membebaskan
tahanan politik, tahanan politik baru muncul. Sejumlah aktivis mahasiswa
diadili atas tuduhan menghina pemerintah atau menghina kepala negara. Desakan
meminta pertanggungjawaban militer yang terjerat pelanggaran HAM tak bisa
dilangsungkan karena kuatnya proteksi politik. Bahkan, sejumlah perwira militer
yang oleh Mahkamah Militer Jakarta telah dihukum dan dipecat karena terlibat
penculikan, kini telah kembali duduk dalam jabatan struktural.
Ketika Habibie mengganti Soeharto
sebagai presiden tanggal 21 Mei 1998, ada lima isu terbesar yang harus
dihadapinya, yaitu:
a.
masa depan Reformasi;
b.
masa depan ABRI;
c.
masa depan daerah-daerah yang ingin memisahkan diri dari Indonesia;
d.
masa depan Soeharto, keluarganya, kekayaannya dan kroni-kroninya; serta
e.
masa depan perekonomian dan kesejahteraan rakyat.
Berikut ini beberapa kebijakan yang
berhasil dikeluarkan B.J. Habibie dalam rangka menanggapi tuntutan reformasi
dari masyarakat.
a.
Kebijakan dalam bidang politik
Reformasi
dalam bidang politik berhasil mengganti lima paket undang-undang masa Orde Baru
dengan tiga undang-undang politik yang lebih demokratis. Berikut ini tiga
undang-undang tersebut.
1.
UU No. 2 Tahun 1999 tentang partai politik
2.
UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.
3.
UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan DPR/MPR.
b.
Kebijakan dalam bidang ekonomi
Untuk
memperbaiki perekonomian yang terpuruk, terutama dalam sektor perbankan,
pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Selanjutnya
pemerintah mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli
dan Persaingan Tidak Sehat, serta UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
c.
Kebebasan menyampaikan pendapat dan pers
Di samping kebebasan dalam menyatakan
pendapat, kebebasan juga diberikan kepada pers. Reformasi dalam pers dilakukan
dengan cara menyederhanakan permohonan Surat Izin Usaha Penerbitan (SIUP).
d.
Pelaksanaan Pemilu
Pada
masa pemerintahan Habibie, berhasil diselenggarakan pemilu multipartai yang
damai dan pemilihan presiden yang demokratis. Pemilu tersebut diikuti oleh 48
partai politik. Keberhasilan lain masa pemerintahan Habibie adalah penyelesaian
masalah Timor Timur. Usaha Fretilin yang memisahkan diri dari Indonesia
mendapat respon. Pemerintah Habibie mengambil kebijakan untuk melakukan jajak
pendapat di Timor Timur. Referendum tersebut dilaksanakan pada tanggal 30
Agustus 1999 di bawah pengawasan UNAMET. Hasil jajak pendapat tersebut menunjukkan
bahwa mayoritas rakyat Timor Timur lepas dari Indonesia. Sejak saat itu Timor
Timur lepas dari Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 2002 Timor Timur mendapat
kemerdekaan penuh dengan nama Republik Demokratik Timor Leste dengan
presidennya yang pertama Xanana Gusmao dari Partai Fretilin.
4.
PEMERINTAH INDONESIA BERSATU
v PEMERINTAHAN INDONESIA BERSATU JILID
I (ERA SBY-JK) == (2004-2009)
Kabinet Indonesia Bersatu (Inggris: United
Indonesia Cabinet) adalah kabinet pemerintahan Indonesia pimpinan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Muhammad
Jusuf Kalla.
Kabinet ini dibentuk pada 21 Oktober 2004 dan
masa baktinya berakhir pada tahun 2009. Pada 5 Desember 2005,
Presiden Yudhoyono melakukan perombakan kabinet untuk pertama kalinya, dan
setelah melakukan evaluasi lebih lanjut atas kinerja para menterinya, Presiden
melakukan perombakan kedua pada 7 Mei 2007.
Susunan Kabinet Indonesia Bersatu pada awal pembentukan (21 Oktober 2004),
perombakan pertama (7 Desember 2005), dan perombakan kedua (9 Mei 2007).
Pada periode ini, pemerintah melaksanakan
beberapa program baru yang dimaksudkan untuk membantu ekonomi masyarakat kecil
diantaranya Bantuan Langsung Tunai (BLT), PNPM Mandiri dan Jamkesmas. Pada
prakteknya, program-program ini berjalan sesuai dengan yang ditargetkan
meskipun masih banyak kekurangan disana-sini.
v PEMERINTAHAN INDONESIA BERSATU
JILID II (ERA SBY – BOEDIONO) == (2009-2014)
Kabinet Indonesia Bersatu II (Inggris: Second
United Indonesia Cabinet) adalah kabinetpemerintahan Indonesia pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil
Presiden Boediono.
Susunan kabinet ini berasal dari
usulan partai
politik pengusul pasangan SBY-Boediono pada Pilpres
2009 yang mendapatkan kursi di DPR (Partai Demokrat, PKS, PAN, PPP,
dan PKB)
ditambah Partai Golkar yang
bergabung setelahnya, tim sukses pasangan SBY-Boediono pada Pilpres 2009, serta
kalangan profesional. Susunan Kabinet Indonesia Bersatu II diumumkan oleh
Presiden SBY pada 21
Oktober 2009 dan
dilantik sehari setelahnya. Pada 19 Mei 2010,
Presiden SBY mengumumkan pergantian Menteri Keuangan. Pada periode ini,
pemerintah khususnya melalui Bank Indonesia menetapkan empat kebijakan untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional negara yaitu :
1. BI
rate
2. Nilai
tukar
3. Operasi
moneter
4. Kebijakan
makroprudensial untuk pengelolaan likuiditas dan makroprudensial lalu lintas
modal. Dengan kebijakan-kebijakan ekonomi diatas, diharapkan pemerintah dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi isban yang akan berpengaruh pula pada
meningkatnya kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Kinerja Pemerintahan SBY – Tak terasa
sudah 1
tahun pemerintahan SBY jilid II berjalan, Namun
masih saja dianggap gagal serta mendapat rapor merah dari beberapa kalangan.
Dan kali ini pengamat ekonomi dunia pun ikut bicara terkait dengan kinerja
pemerintahan SBYyang sudah 1 tahun ini. Perolehan suara 60 % dalam Pilpres 2009 dan
mendapat dukungan mayoritas di parlemen ternyata belum bisa dioptimalkan
pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono untuk melakukan langkah-langkah
yang konkrit dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Di
mata pengamat ekonomi politik dari Northwestern University, Amerika Serikat,
Prof Jeffrey Winters, buruknya kinerja
pemerintahan SBY tidak lepas dari sikap Presiden SBY dalam menjalankan
pemerintahan. SBY dianggap lebih suka terlihat cantik, santun dan berambut rapi
di depan kamera isbanding bekerja keras mengatasi persoalan-persoalan yang ada
di Indonesia.
Apa pandangan Anda terhadap kinerja
SBY-Boediono selama menjalankan pemerintahan?
Sampai saat ini dilihat kinerja
pemerintahan SBY-Boediono rendah.
Dan perlu dicatat prestasi yang rendah kepemimpinan SBY bukan sesuatu yang
baru. Karena sejak 2004 memang kinerjanya tidak pernah tinggi. Jadi kombinasi
SBY-Kalla yang sudah mengecewakan menjadi lebih parah dengan kombinasi
SBY-Boediono.
Meski pada masa
SBY-JK kinerjanya buruk, paling tidak Jusuf Kalla dikenal sebagai orang yang
tidak sabar dan sering mendorong SBY untuk bertindak dan ambil keputusan.
Tetapi akhirnya Kalla menjadi capek, frustrasi dan memilih lepas saja. Tapi
lepas dari itu semua pemerintahan SBY juga sudah melakukan tugas-tugas yang
seharusnya dilakukan walaupun belum maksimal.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar