Assalamuaalaikum Warahmatullah

Kamis, 30 April 2015

Pertumbuhan dan Perubahan Struktur Ekonomi

Materi 5
PDB, Pertumbuhan dan Perubahan Struktur Ekonomi

    5.2 Pertumbuhan dan Perubahan Struktur Ekonomi


            Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan  menuju  keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional.
   a)       Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
         Subandi, dalam bukunya Sistem Ekonomi Indonesia, menulis bahwa factor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia secara umum, adalah:
1.       factor produksi
2.      factor investasi
3.      factor perdagangan luar negeri dan neraca pembayaran
4.      factor kebijakan moneter dan inflasi
5.      factor keuangan negara
         Sedangkan Tambunan, dalam bukunya Perekonomian Indonesia, menulis bahwa di dalam teoti-teori konvensional, pertumbuhan ekonomi sangat ditentukan oleh ketersediaan dan kualitas dari factor-faktor produksi seperti SDM, kapital, teknologi, bahan baku, enterpreneurship dan energi.  Akan tetapi, factor penentu tersebut untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang, bukan pertumbuhan jangka pendek.
Dengan kata  lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini akan lebih baik, sama atau lebih buruk dari tahun 2000 lebih ditentukan oleh factor-faktor yang sifatnya lebih jangka pendek, yang dapat dikelompokkan ke dalam factor internal dan eksternal.
         Factor eksternal didominasi oleh faktor-faktor ekonomi, seperti perdagangan internasional dan pertumbuhan ekonomi kawasan atau dunia.
1.       Faktor-faktor Internal
a.      Factor ekonomi, antara lain:
             §  Buruknya fundamental ekonomi nasional
             §  Cadangan devisa
             §  Hutang luar negeri dan ketergantungan impor
             §  Sector perbankan dan riil
             §  Pengeluaran konsumsi
b.      Faktor non ekonomi, antara lain:
             §  Kondisi politik, social dan keamanan
             §  PMA dan PMDN
             §  Pelarian modal ke luar negeri
             §  Nilai tukar rupiah
2.      Faktor-faktor Eksternal
             §  Kondisi perdagangan dan perekonomian regional atau dunia

b)     Teori Pertumbuhan Ekonomi
1.       Aliran Klasik
             1)      Teori Adam Smith
Pertumbuhan  ekonomibertumpupada adanya pertambahan penduduk. Dengan adanya pertam-bahan penduduk maka akan terdapat pertambahan output. 
             2)      Teori David Ricardo
Pertumbuhan penduduk yang semakin besar akan menyebabkan jumlah tenaga kerja melimpah. Kelebihan tenaga kerja akan mengakibatkan upah menjadi turun.

2.        Aliran Neo Klasik
             1)      Teori Robert Solow
Pertumbuhan ekonomi bersumber pada manusia, akumulasi modal, pemakaian teknologi modern dan hasil atau output.
              2)      Teori Joseph Scumpeter
Proses pertumbuhan ekonomi merupakan proses inovasi ( pembaharuan dalam cara berproduksi yang lebih efisien ) yang dilaksanakan  oleh para innovator/wirausahawan.

3.       Aliran Moderen
              1)      Kualitas SDM dan kemajuan teknologi
              2)      Energi
              3)      Kewirausahaan
              4)      Bahan baku
              5)      Material

c)      Perubahan Struktur Perekonomian  Nasional

Pembangunan ekonomi dalam jangka panjang, mengikuti pertumbuhan pendapatan nasional, akan membawa perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi tradisional dengan pertanian sebagai sector utama ke ekonomi modern yang didominasi sector non primer, khususnya industri manufaktur dengan increasing return to scale (relasi positif antara pertumbuhan output dan pertumbuhan produktivitas) yang dinamis sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi (Weiss, 1988).
Meminjam istilah Kuznets, perubahan struktur ekonomi umum disebut transformasi structural dan dapat didefinisikan sebagai rangkaian perubahan yang saling terkait satu dengan lainnya dalam komposisi permintan agregat, perdagangan luar negeri (ekspor dan impor), dan penawaran agregat (produksi dan penggunaan factor-faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal) yang diperlukan guna mendukung proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (Chenery, 1979).

Teori perubahan structural menitikberatkan pembahasan pada mekanisme transformasi ekonomi yang dialami oleh negara-negara sedang berkembang, yang semula bersifat subsisten (pertanian tradisional) dan menitikberatkan sector pertanian menuju struktur perekonomian yang lebih modern yang didominasi sector non primer, khususnya industri dan jasa.  Ada 2 teori utama yang umum digunakan dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi yakni dari Arthur Lewis (teori migrasi) dan Hollis Chenery (teori transformasi structural).
Teori Arthur Lewis pada dasarnya membahas proses pembangunan ekonomi yang terjadi di pedesaan dan perkotaan (urban).  Dalam teorinya, Lewis mengasumsikan bahwa perekonomian suatu negara pada dasarnya terbagi menjadi dua, yaitu perekonomian modern di perkotaan dengan industri sebagai sector utama.  Di pedesaan, karena pertumbuhan penduduknya tinggi, maka kelebihan suplai tenaga kerja dan tingkat hidup masyarakatnya berada pada kondisi subsisten akibat perekonomian yang sifatnya juga subsisten.  Over supply tenaga kerja ini ditandai dengan nilai produk marjinalnya nol dan tingkat upah riil yang rendah. 
Di dalam kelompok Negara LDCs, banyak Negara yang juga mengalami transisi ekonomi yang pesat dalam tiga dekade terakhir ini, walaupun pola dann prosesnya berbeda antarnegara. Variasi ini disebabkan oleh perbedaan antarnegara dalam sejumlah faktor-faktor internal berikut:
      1.      Kondisi dan Struktur awal Ekonomi dalam Negeri (Economic Base)
Suatu Negara yang pada wal pembangunan ekonomi atau industry-industri dasar (seperti mesin, besi, dan baja) yang relative akan mengalami proses industrialisasi yang lebih pesat atau cepat dibandingkan yang hanya memiliki indistri-industri ringan (seperti tekstil, pakaian jadi, alas kaki, makanan, dan minuman).
      2.      Besarnya Pasar Dalam Negeri.
Dalam hal ini besarnya pasar dalam negeri yang ditentukan oleh kombinasi antara jumlah populasi dan tingkat pendapatan riil per kapita. Pasar dalam negeri yang besar seperti Indonesia dengan jumlah penduduk yang lebih dari 200 juta orang (walau tingkat pendapatan per kapita rendah), merupakan salah satu faktor insentif pertumbuhan kegiatan ekonomi, termasuk industry, karena menjamin adanya skala ekonomis dan efisiensi dalam proses produksi (dengan asumsi bahwa faktor-faktor penentu lainnya mendukung).
      3.      Pola Distribusi Pendapatan
Faktor ini sangat mendukung faktor pasar di atas.Walaupun tingkat pendapatan rata-rata per kapita pesat, tetapi kalau distribusinya sangat pincang, kenaikan pendapatan tersebut tidak terlalu berarti bagi pertumbuhan industry-industri selain industry-industri yang membuat barang-barang sederhana, seperti makanan, minuman, sepatu, dan pakaian jadi.
      4.      Karakteristik Industrialisasi
Karakter industrialisasi antara lain mencakup cara pelaksanaan atau strategi pengembangan industry yang diterapkan, jenis industry yang diunggulkan, pola pembangunan industry, dan insentif yang diberikan. Aspek-aspek ini biasanya berbeda antar Negara yang menghasilkan pola industrialisasi yang juga berbeda antarnegara. 
      5.      Keberadaan Sumber Daya Alam (SDA)
Ada kecenderungan bahwa Negara yang kaya SDA mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah atau terlambat diversifikasi ekonomi (perubahan struktur) daripada Negara yang miskin SDA. Sebagai contoh Indonesia yang awalnya sangat mengandalkan kekayaan SDAnya, terutama migas, dapat dikatakan relative terlambat melakukan industrialisasi dibandingkan Negara-negara kecil dan miskin SDA di Asia Tenggara dan Timur, seperti Jepang, Singapura, Korea Selatan, dan Singapura.
      6.      Kebijakan Perdagangan Luar Negeri
Fakta menunjukkan bahwa di Negara yang menerapkan kebijakan ekonomi tertutup atau inward looking policy, pola dan hasil industrialisasinya berbeda dibandingkan di Negara-negara yang menerapkan outward looking policy. Banyak LDCs, termasuk Indonesia, pada awal pembangunan menerapkan kebijakan protektif terhadap sector industrinya, kebijakan yang umum disebut impor substitution policy. Hasilnya, sector industry mereka berkembang tidak efisien, sangat tergantung pada impor, dan tingkat diversifikasinya rendah, khususnya lemah dikelompok midstream industries (seperti industry barang modal, input perantara, dan komponen-komponen untuk industry-industri hilir) yang pada umumnya menerapkan system produksi assembling.
Sedangkan Negara-negara berpendapatan tinggi di Asia Tenggara dan Timur, seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Singapura, dan Hongkong, yang berhasil dalam menstransformasikan struktur ekonomi mereka dengan tingkat efisiensi dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam periode yang relative tidak terlalu lama.

Sumber:
 

-          ^ World Bank : GDP (current US$)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar