Beberapa contoh ayat Al-Qur‟an yang memerintahkan manusia berfikir tentang alam, diri sendiri, umat terdahulu dan pranata (lembaga) sosial, dikemukakan berikut ini.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal” (Q.S. Ali-Imran : 190).
“Dan Mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. dan Sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya” (Q.S. Ar-Rum :8).
Akal adalah potensi (luar biasa)
yang dianugrahkan Allah kepada manusia, karena dengan akalnya manusia
memperoleh pengetahuan tentang berbagai hal. Dengan akalnya manusia dapat
membedakan mana yang benar mana yang salah, mana yang baik mana yang buruk,
mana yang menyelamatkan mana yang menyesatkan, mengetahui rahasia hidup dan
kehidupan dan seterusnya. Oleh karena itu adalah pada tempatnya kalau agama dan
ajaran Islam sebaik-baiknya dan seluas-luasnya. Sangat banyak ayat Al-Qur‟an yang
memerintahkan manusia menggunakan akalnya untuk berfikir. Memikirkan alam
semesta, memikirkan diri sendiri, memikirkan pranata atau lembaga-lembaga
sosial, dan sebagainya, dengan tujuan agar perjalanan hidup di dunia dapat
ditempuh setepat-tepatnya sesuai dengan kedudukan manusia sebagai mahluk ciptaan
Allah yang akan kembali kepada-Nya serta memetik hasil tanaman amal
perbuatannya sendiri di dunia baik sebagai abdi maupun sebagai khalifah-nya di
bumi.
Dalam
surat Ar-Rum (30) kalimat pertama ayat 8, Allah bertanya.
Sebagai
ilmu dan bidang studi, filsafat Islam muncul bersamaan dengan munculnya filsuf
yang muncul pertama, Al-Kindi pada pertengahan abad IX M. atau bagian pertama
abad III H, setelah berlangsung gerakan penterjemahan buku ilmu dan filsafat
Yunani ke dalam bahasa Arab lebih dari setengah abad di bagdad. Oleh karena
dapat dipahami kalau ada ulama yang menganggap filsafat hanyalah hasil
pemikiran berdasarkan akal manusia semata. Para ulama tertarik kepada filsafat
karena berpikir atau berfilsafat merupakan tuntutan agama dalam rangka mencari
kebenaran dan mengamalkan kebenaran itu. Yang mereka pergunakan sebagai saringan
(filter) adalah ajaran Al-Qur’an dan Al-Hadits. Dengan mempergunakan Al-Qur’an
dan Al-Hadits sebagai dasar dan bingkai pemikiran dapatlah disebut bahwa hasil
pemikiran mereka adalah filsafat Islam atau filsafat dalam Islam (Ensiklopedia
Islam Indonesia, 192:232). Filsafat Islam juga membicarakan masalah-masalah
besar filsafat, seperti soal wujud, soal esa dan berbilang, yang banyak dari
yang Maha Satu (di bawah), teori mengenal kebahagiaan dan keutamaan, hubungan
manusia dengan Tuhan dan sebaliknya. Selain itu filsafat Islam mencakup juga
tentang kedokteran, hukum, ekonomi dan sebagainya. Juga memasuki lapangan
ilmu-ilmu ke-Islaman lain seperti ilmu kalam, ilmu fikih serta ilmu tasawuf
(juga ilmu akhlak) terdapat uraian yang logis dan sistematis yang mengandung
pemikiran-pemikiran filosofos (kefilsafatan). Banyak
persoalan-persoalan yang dibahas dalam filsafat Islam. Di antaranya yang
penting dalam kajian ini adalah persoalan (hubungan) akal dan wahyu atau
hubungan filsafat dengan agama, soal timbulnya yang banyak dariyang maha satu
yaitu kejadian alam, soal ruh, soal kelanjutan hidup setelah ruh berpisah
dengan badan atau mati. Kehadiran agama
dewasa ini semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif dalam memecahkan
berbagai masalah yang dihadapi umat manusia. Agama tidak boleh hanya sekedar
menjadi lambang kesalehan atau berhenti sekedar disampaikan dalam khutbah,
melainkan harus menunjukkan cara-cara yang paling efektif dalam memecahkan
masalah.
Umat
diharapkan dapat mengkaji berbagai pendekatan yang dapat digunakan dalam
memahami agama. Pendekatan-pendekatan tersebut perlu dilakukan agar kehadiran
agama secara fungsional dapat dirasakan oleh penganutnya. Sebaliknya tanpa
mengetahui berbagai pendekatan tersebut , maka tidak mustahil agama menjadi
sulit dipahami oleh masyarakat, tidak fungsional dan akhirnya masyarakat mencari
pemecahan masalah kepada selain agama. Berpikir secara filosofis dapat
digunakan dalam memahami ajaran agama. Pendekatan filosofis yang demikian itu
sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh para ahli. Agar seseorang tidak terjebak
pada pengamalan agama yang bersifat formalistic, yakni mengamalkan agama dengan
susah payah tapi tidak memiliki makna apa-apa, kosong tanpa arti, maka Islam
menyuruh penganutnya mempergunakan akal pikiran dalam memahami ajaran agamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar