Selasa, 05 Januari 2016

Pemecahan Masalah Melalui Filsafat Muslim



            Keyakinan kepada adanya Tuhan harus didasarkan atas kesadaran akal, bukan sekedar kesadaran yang bersifat tradisional yakni melestarikan warisan nenek moyang betapapun corak dan konsepnya (Ahmad Azhar Basyir, 1993:13).
Beberapa contoh ayat Al-Qur‟an yang memerintahkan manusia berfikir tentang alam, diri sendiri, umat terdahulu dan pranata (lembaga) sosial, dikemukakan berikut ini.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal” (Q.S. Ali-Imran : 190).
“Dan Mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. dan Sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya” (Q.S. Ar-Rum :8).


            Akal adalah potensi (luar biasa) yang dianugrahkan Allah kepada manusia, karena dengan akalnya manusia memperoleh pengetahuan tentang berbagai hal. Dengan akalnya manusia dapat membedakan mana yang benar mana yang salah, mana yang baik mana yang buruk, mana yang menyelamatkan mana yang menyesatkan, mengetahui rahasia hidup dan kehidupan dan seterusnya. Oleh karena itu adalah pada tempatnya kalau agama dan ajaran Islam sebaik-baiknya dan seluas-luasnya.  Sangat banyak ayat Al-Qur‟an yang memerintahkan manusia menggunakan akalnya untuk berfikir. Memikirkan alam semesta, memikirkan diri sendiri, memikirkan pranata atau lembaga-lembaga sosial, dan sebagainya, dengan tujuan agar perjalanan hidup di dunia dapat ditempuh setepat-tepatnya sesuai dengan kedudukan manusia sebagai mahluk ciptaan Allah yang akan kembali kepada-Nya serta memetik hasil tanaman amal perbuatannya sendiri di dunia baik sebagai abdi maupun sebagai khalifah-nya di bumi.
            Dalam surat Ar-Rum (30) kalimat pertama ayat 8, Allah bertanya.
            Sebagai ilmu dan bidang studi, filsafat Islam muncul bersamaan dengan munculnya filsuf yang muncul pertama, Al-Kindi pada pertengahan abad IX M. atau bagian pertama abad III H, setelah berlangsung gerakan penterjemahan buku ilmu dan filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab lebih dari setengah abad di bagdad. Oleh karena dapat dipahami kalau ada ulama yang menganggap filsafat hanyalah hasil pemikiran berdasarkan akal manusia semata. Para ulama tertarik kepada filsafat karena berpikir atau berfilsafat merupakan tuntutan agama dalam rangka mencari kebenaran dan mengamalkan kebenaran itu. Yang mereka pergunakan sebagai saringan (filter) adalah ajaran Al-Qur’an dan Al-Hadits. Dengan mempergunakan Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai dasar dan bingkai pemikiran dapatlah disebut bahwa hasil pemikiran mereka adalah filsafat Islam atau filsafat dalam Islam (Ensiklopedia Islam Indonesia, 192:232). Filsafat Islam juga membicarakan masalah-masalah besar filsafat, seperti soal wujud, soal esa dan berbilang, yang banyak dari yang Maha Satu (di bawah), teori mengenal kebahagiaan dan keutamaan, hubungan manusia dengan Tuhan dan sebaliknya. Selain itu filsafat Islam mencakup juga tentang kedokteran, hukum, ekonomi dan sebagainya. Juga memasuki lapangan ilmu-ilmu ke-Islaman lain seperti ilmu kalam, ilmu fikih serta ilmu tasawuf (juga ilmu akhlak) terdapat uraian yang logis dan sistematis yang mengandung pemikiran-pemikiran filosofos (kefilsafatan). Banyak persoalan-persoalan yang dibahas dalam filsafat Islam. Di antaranya yang penting dalam kajian ini adalah persoalan (hubungan) akal dan wahyu atau hubungan filsafat dengan agama, soal timbulnya yang banyak dariyang maha satu yaitu kejadian alam, soal ruh, soal kelanjutan hidup setelah ruh berpisah dengan badan atau mati. Kehadiran agama dewasa ini semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia. Agama tidak boleh hanya sekedar menjadi lambang kesalehan atau berhenti sekedar disampaikan dalam khutbah, melainkan harus menunjukkan cara-cara yang paling efektif dalam memecahkan masalah.

            Umat diharapkan dapat mengkaji berbagai pendekatan yang dapat digunakan dalam memahami agama. Pendekatan-pendekatan tersebut perlu dilakukan agar kehadiran agama secara fungsional dapat dirasakan oleh penganutnya. Sebaliknya tanpa mengetahui berbagai pendekatan tersebut , maka tidak mustahil agama menjadi sulit dipahami oleh masyarakat, tidak fungsional dan akhirnya masyarakat mencari pemecahan masalah kepada selain agama. Berpikir secara filosofis dapat digunakan dalam memahami ajaran agama. Pendekatan filosofis yang demikian itu sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh para ahli. Agar seseorang tidak terjebak pada pengamalan agama yang bersifat formalistic, yakni mengamalkan agama dengan susah payah tapi tidak memiliki makna apa-apa, kosong tanpa arti, maka Islam menyuruh penganutnya mempergunakan akal pikiran dalam memahami ajaran agamanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar